KATA PENGANTAR
Pertama-tama
kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberkahi kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami gunakan sebagai data dan fakta
pada makalah ini.
Makalah
ini memuat tentang “Nasionalisme dan Patriotisme” dan sengaja dipilih karena
menarik untuk dicermati. Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai
keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat
diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah
kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami analisa dengan sempurna dalam karya
tulis ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami
miliki. Di mana kami juga memiliki keterbatasan kemampuan.
Semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan kita dan membangkitkan rasa Nasionalisme
dan Patriotisme sebagai warga negara Indonesia yang baik. Terima kasih.
Jakarta, 1 Januari 2011
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ………………………………………………………..............
DAFTAR
ISI ………………………………………………………………................
|
i
ii
|
|
BAB
I
BAB
II
BAB
III
BAB
IV
|
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah………………………………..................
B.
Perumusan
Masalah………………………………………….........
PERMASALAHAN
A.
Nasionalisme
di Indonesia…………………………………...........
B.
Patriotisme
di Indonesia……………………………………...........
PEMBAHASAN
A. Kajian Teoritis
A.1 Teori Nasionalisme………………………………………...........
A.2 Teori
Patriotisme………………………………………...............
B.
B. Analisis Kasus
B.1
Strategi Menguatkan Rasa Nasionalisme dan Patriotisme………………………………………………............
B.2
Membangkitkan Rasa Nasionalisme dengan Menghargai Keragaman………………………………................................
B.3
Pengaruh Globalisasi terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme……………………………………………............
B.4
Nasionalisme Indonesia yang kian memudar………..............
B.5
Manfaat Sikap Patriotisme dalam Pendidikan……….............
B.6
Euphoria Tim Garuda, Nasionalisme atau Musiman ?..........
KESIMPULAN…………………………………………………............
|
1
2
3
4
5
9
10
11
12
14
15
16
18
|
DAFTAR
PUSTAKA
|
|
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sehubungan dengan globalisasi dan
berkembangnya teknologi informasi telah mengakibatkan kaburnya batas-batas
antar negara (baik secara politik, ekonomi, maupun sosial), masalah
nasionalisme dan patriotisme tidak lagi dapat dilihat sebagai masalah sederhana
yang dapat dilihat dari satu perspektif saja. Dalam dunia yang oleh sebagian
orang disifatkan sebagai dunia yang semakin borderless, banyak pengamat
yang mulai mempertanyakan kembali pengertian negara beserta aspek-aspeknya. Masalah
pembangunan nasionalisme dan patriotisme di Indonesia saat ini tengah
menghadapi tantangan yang berat, maka perlu dimulai upaya-upaya untuk kembali
mengangkat tema tentang pembangunan nasionalisme dan patriotisme. Apalagi di
sisi lain, pembahasan atau diskusi tentang nasionalisme dan patriotisme di
Indonesia justru kurang berkembang (atau mungkin memang kurang dikembangkan).
Indonesia
merupakan laboratorium sosial yang sangat kaya karena pluralitasnya, baik dari
aspek ras dan etnis, bahasa, agama dan lainnya. Itu pun ditambah status
geografis sebagai negara maritim yang terdiri dari setidaknya 13.000 pulau.
Bahwa pluralitas di satu pihak adalah aset bangsa jika dikelola secara tepat,
di pihak lain ia juga membawa bibit ancaman disintegrasi. Karakter pluralistik
itu hanya suatu pressing factor dalam realitas ikatan negara. Di tengah
situasi bangsa Indonesia yang seperti itu, nasionalisme sangat di butuhkan
untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berhubungan
dengan patriotisme, refleksi kisah perjuangan telah terbukti betapa tinginya
semangat perjuangan Bangsa Indonesia untuk mengusir dan melawan penjajah sejak
awal penjajahan Belanda sampai dengan tercapai Kemerdekaan RI. Adalah sebuah
kewajiban yang Universal, dimana generasi yang lebih tua agar mewariskan tidak
hanya pengetahuan tentang tonggak sejarah atas kejadian yang terjadi di masa
lalu namun juga terutama tentang semangat patriotisme yang berpengaruh atas
perjalanan hidup dalam berbangsa dan bernegara. Karena dengan demikian akan
tercipta suatu hubungan emosional secara timbal-balik di antaranya dalam kaitan
semangat Patriotisme. Hal ini menjadi sebuah tuntutan yang layak, agar generasi
muda dapat menghargai jasa-jasa Pejuang dan Pahlawannya sehingga mereka
menempatkan para Pejuang dan Pahlawan yang terhormat.
Oleh
karena itu, kami berusaha merangkum sedemikian rupa dan mencoba membedah apa
saja yang seharusnya dilakukan sebagai wujud dari sikap Nasionalisme dan
Patrotisme dan mengapa hal ini menjadi sangat penting dalam mewujudkan Bangsa
Indonesia yang sedang mengalami krisis Nasionalisme dan Patriotisme khususnya
di kalangan remaja Indonesia.
B.
Perumusan Masalah
1. Strategi apa saja yang dapat dilakukan untuk menguatkan
rasa Nasionalisme dan Patriotisme di Era Global ?
2.
Bagaimana cara membangkitkan rasa
Nasionalisme dengan menghargai keragaman ?
3.
Apa pengaruh Globalisasi terhadap
nilai-nilai Nasionalisme ?
4.
Apa yang harus kita lakukan agar
Nasionalisme di Indonesia tidak kian memudar ?
5.
Apa manfaat sikap Patriotisme dalam
Pendidikan ?
6.
Euphoria Tim Garuda dalam Piala AFF
2010, Nasionalisme atau Musiman ?
BAB
II
PERMASALAHAN
A.
Nasionalisme Bangsa Indonesia
Indonesia saat ini memerlukan genre baru untuk mereinterpretasikan ide nasionalisme yang secara fundamental telah dibangun oleh founding father seperti Soekarno. Soekarno kita akui sebagai individu yang mampu membentuk nasionalisme Indonesia dengan membangun satu sistem berantai melalui penyatuan kepentingan. Dari kalangan Islam dan sekuler pada saat itu. Namun, dalam proses pembangunan tahap awal ideologi nasionalisme nampak terjadi dikotomi antara Islam dan Nasionalisme itu sendiri. Kita harus mengakui sebuah gagasan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk tentu memerlukan proses. Di mana proses tersebut tentunya merupakan proses bersejarah dalam suatu bangsa. Saat ini nasionalisme sudah menjadi rapuh. Tentu kita harus mulai menghidupkan kembali spirit dan etika nasionalisme sebagai sebuah praktek politik negara dan masyarakat dalam konteks Indonesia kekinian di tengah-tengah arus milenium ke-3.
Sumber
dari kekuatan ideologi nasionalis saat ini memang belum ditemukan oleh banyak
orang Indonesia sehingga ketika kita mencari arus apa yang seharusnya berada di
depan kita sebagai energi yang menuntun kemajuan nasional negara dan masyarakat
kita seringkali bimbang dan gelap. Oleh karena itu untuk menjawab tantangan ini
sebuah organisasi politik harus mampu menemukan sumber ideologi nasionalisme.
Sekaligus mampu menggerakkan menjadi kekuatan utama dalam pencapaian tujuan
politiknya. Sebenarnya sangat mudah kita temukan di mana sumber ideologi
tersebut jika kita telah mencapai kesadaran penuh dengan kualitas yang sehat.
Karena ideologi nasionalisme itu bersumber pada mainstream persatuan dan
kesatuan.
Namun,
pemahaman akan persatuan dan kesatuan sering kali menjadi kesalahan dalam ide
dan prakteknya sehingga ketika kita berbicara tentang nilai tersebut kita tidak
mampu mengambil kekuatan intinya. Persatuan dan Kesatuan memiliki arti
independen organik, atau sosial liberal dalam konteks manifestasinya.
Independen organik ini berarti sebuah penyatuan sosial secara individual dan kolektif
Ketika kita sebagai manusia tersadarkan melalui nalar, perasaan, dan gerakan
kemanusiaan untuk suatu keadilan, kemakmuran, dan kemajuan. Dari sumber
kekuatan nasionalisme ini kita akan bergerak ke arah revolusi nasional sebagai
gerakan perlawanan terhadap kejahatan dan ketidakadilan sistem yang mengatur
manusia untuk kepentingan nafsu dan syahwat.
Namun, dalam memaknai revolusi kita harus menyadari juga bahwa revolusi
nasionalisme yang dimaksud di sini bukanlah revolusi berdarah yang menghadirkan
konflik dan perpecahan nasional, karena kembali pada sumber ide nasionalisme
itu sendiri yaitu "persatuan dan kesatuan".
B. Patriotisme Bangsa Indonesia
Patriotisme
berasal dari kata Patriot, yang artinya adalah: pecinta dan pembela tanah air.
Sedangkan Patriotisme maksudnya adalah semangat cinta tanah air. Pengertian
Patriotisme adalah sikap Untuk selalu mencintai atau membela tanah air, seorang
pejuang sejati, pejuang bangsa yang mempunyai semangat, sikap dan perilaku
cinta tanah air, dimana ia sudi mengorbankan segala-galanya bahkan jiwa
sekalipun demi kemajuan, kejayaan dan kemakmuran tanah air.
Bangsa Indonesia terkenal akan budayanya yang
beraneka ragam dan memiliki kekayaan yang melimpah ruah yang tidak dimiliki
bangsa lain. Indonesia juga terkenal dengan penduduknya yang ramah - ramah dan
menerima pendapat serta perbedaan - perbedaan di lingkungan Bangsa Indonesia.
Indonesia telah mulai belajar menerima dan memahami perbedaan sesungguhnya
dengan lebih terbuka. Patriotisme konstruktif juga membutuhkan keterlibatan
politik dalam arti luas. Tidak berarti harus tergabung dalam politik praktis,
melainkan adanya aktivitas untuk mendapatkan informasi politik atau hal-hal
yang berkaitan dengan kelompoknya. Dengan lebih mengenal kelompoknya baik
karakteristik maupun permasalahannya, akan memudahkan seseorang untuk bisa
lebih pedulli atau terlibat, termasuk mengkritisi untuk menghasilkan perubahan
positif.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Kajian
Teoritis
A.1 Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari kata
nation yang berarti bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ali dkk.,
1994:89), kata bangsa memiliki arti: (1) kesatuan orang yang bersamaan asal
keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta pemerintahan sendiri; (2)
golongan manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang
sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan; dan (3) kumpulan manusia yang
biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan yang
biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi. Beberapa makna kata bangsa
diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah kesatuan yang timbul dari kesamaan
keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat. Pengertian ini berkaitan dengan
arti kata suku yang dalam kamus yang sama diartikan sebagai golongan
orang-orang (keluarga) yang seturunan; golongan bangsa sebagai bagian dari
bangsa yang besar (ibid, 1994:970).
Beberapa suku atau ras dapat menjadi
pembentuk sebuah bangsa dengan syarat ada kehendak untuk bersatu yang
diwujudkan dalam pembentukan pemerintahan yang ditaati bersama.
Kata bangsa mempunyai dua pengertian: pengertian antropologis-sosiologis dan pengertian politis. Menurut pengertian antropologis-sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan persekutuan-hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota masyarakat tersebut merasa satu kesatuan suku, bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadat. Pengertian ini memungkinkan adanya beberapa bangsa dalam sebuah negara dan sebaliknya satu bangsa tersebar pada lebih dari satu negara.
Kata bangsa mempunyai dua pengertian: pengertian antropologis-sosiologis dan pengertian politis. Menurut pengertian antropologis-sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan persekutuan-hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota masyarakat tersebut merasa satu kesatuan suku, bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadat. Pengertian ini memungkinkan adanya beberapa bangsa dalam sebuah negara dan sebaliknya satu bangsa tersebar pada lebih dari satu negara.
Sementara dalam pengertian politis,
bangsa adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk kepada
kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam.
Bangsa (nation) dalam pengertian politis inilah yang kemudian menjadi pokok
pembahasan nasionalisme (Nur dalam Yatim, 2001:57 58).
Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan menngabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu (Op. cit, 1994:684).
Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan menngabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu (Op. cit, 1994:684).
Dengan demikian, nasionalisme
berarti menyatakan keunggulan suatu afinitas kelompok yang didasarkan atas
kesamaan bahasa, budaya, dan wilayah. Istilah nasionalis dan nasional, yang
berasal dari bahasa Latin yang berarti “lahir di”, kadangkala tumpang tindih
dengan istilah yang berasal dari bahasa Yunani, etnik. Namun istilah yang
disebut terakhir ini biasanya digunakan untuk menunjuk kepada kultur, bahasa,
dan keturunan di luar konteks politik (Riff, 1995: 193—194).
Di Indonesia, nasionalisme
melahirkan Pancasila sebagai ideologi negara. Perumusan Pancasila sebagai
ideologi negara terjadi dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). Di dalam badan inilah Soekarno mencetuskan ide yang
merupakan perkembangan dari pemikirannya tentang persatuan tiga aliran besar:
Nasionalisme, Islam, dan Marxis. Pemahamannya tentang tiga hal ini berbeda
dengan pemahaman orang lain yang mengandaikan ketiganya tidak dapat disatukan.
Dalam sebuah artikel yang ditulisnya dia menyatakan, “Saya tetap nasionalis,
tetap Islam, tetap Marxis, sintese dari tiga hal inilah memenuhi saya punya
dada. Satu sintese yang menurut anggapan saya sendiri adalah sintese yang
geweldig (Soekarno dalam Yatim, 2001:155).
Dalam artikel itu, dia juga
menjelaskan bahwa Islam telah menebalkan rasa dan haluan nasionalisme.
Cita-cita Islam untuk mewujudkan persaudaraan umat manusia dinilai Soekarno
tidak bertentangan dengan konsep nasionalismenya. Pemisahan itu tidak berarti
menghilangkan kemungkinan untuk memberlakukan hukum-hukum Islam dalam negara,
karena bila anggota parlemen sebagian besar orang-orang yang berjiwa Islam,
mereka dapat mengusulkan dan memasukkan peraturan agama dalam undang-undang
negara. Itulah cita ideal negara Islam menurut Soekarno (ibid, 2001:156).
Dengan dasar pemikiran itulah, Soekarno mengusulkan lima asas untuk negara
Indonesia merdeka. Kelima asas itu adalah:
(1)Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme atau peri kemanusiaan, (3)Mufakat atau demokrasi,(4) Kesejahteraan sosial,(5) Ketuhanan.
(1)Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme atau peri kemanusiaan, (3)Mufakat atau demokrasi,(4) Kesejahteraan sosial,(5) Ketuhanan.
Usulan ini menimbulkan perbedaan
pendapat antara nasionalis sekuler dan nasionalis Islam dan mendorong
pembentukan sub panitia yang terdiri dari empat orang wakil nasionalis sekuler
dan empat orang wakil nasionalis Islam serta Soekarno sebagai ketua sekaligus
penengah. Pertemuan sub panitia ini menghasilkan rumusan yang kemudian dikenal
dengan Piagam Jakarta. Usulan Soekarno menjadi inti dari Piagam Jakarta dengan
beberapa perubahan: urutan kelima sila dan penambahan anak kalimat pada sila
ketuhanan. Akhirnya anak kalimat yang tercantum dalam Piagam Jakarta diubah
menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang kemudian menjadi bentuk akhir Pancasila
dasar bagi nasionalisme Indonesia yang sekuler religius.
Nasionalisme Pancasila
Pada prinsipnya nasionalisme
Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap
bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Prinsip
nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan
agar bangsa Indonesia senantiasa:
1. menempatkan
persatuan – kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi atau kepentingan golongan
2. menunjukkan
sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara
3. bangga
sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah
diri
4. mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama
bangsa
5. menumbuhkan
sikap saling mencintai sesama manusia
6. mengembangkan
sikap tenggang rasa
7. tidak semena-mena terhadap orang
lain
8. gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan
9. senantiasa menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan
10. berani membela kebenaran dan
keadilan
11. merasa bahwa bangsa Indonesia
merupakan bagian dari seluruh umat manusia
12. menganggap pentingnya sikap saling
menghormati dan bekerja sama dengan
bangsa lain.
Dalam zaman modern ini,
nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan
ketentaraan yang berlandaskan
nasionalisme secara etnik
serta keagamaan,
seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan
politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang
ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan
sebagainya. Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham
negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya,
keagamaan dan ideologi.
Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme
mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut.
1.
Nasionalisme
kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara
memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak
rakyat"; "perwakilan politik".
2.
Nasionalisme etnis
adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari
budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von
Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa
Jerman untuk "rakyat").
3.
Nasionalisme romantik
(juga disebut nasionalisme organik,
nasionalisme identitas) adalah
lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik
secara semulajadi
("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme.
4. Nasionalisme Budaya
adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari
budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan
sebagainya.
5. Nasionalisme
kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan,
selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah
kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan.
6. Nasionalisme agama
ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari
persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah
dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan.
A.2 Patriotisme
Patriotisme atau Kepahlawanan adalah watak untuk
berkorban guna sesuatu tugas Besar dan Cita2 Besar sebagai perluasan dari
“Pahlawan adalah ia yang berkorban untuk Tugas besar dan Cita2 besar” [Un hero
est celui, qui se sacrifie a un grand devoir, ou a une grande idée”; Livre
d’Or, De la Comptesse Diane]. Kepahlawanan bukan monopolinya seseorang atau
segolongan tetapi Kepahlawanan adalah suatu perhiasan watak, yang setiap rakyat
kita dapat memiliki, asal ia bersedia berkorban untuk “un grand devoir” (untuk
sesuatu Tugas besar) atau untuk “une grand idée” (untuk sesuatu Cita2 besar).
Tugas besar dan Cita-cita besar itu ialah tidak lain
daripada hidup merdeka, bernegara kebangsaan, sederajat dengan bangsa2 lain
dalam keadaan mana Rakyat semua memperkembangkan dan dapat menyuburkan nilai2
kemanusiaannya. Dan bila yang dimaksud dengan semangat Kepahlawanan itu adalah
cara berdaya dan berusaha untuk menjalankan Tugas besar dan Cita2 besar itu,
maka teranglah kiranya, bahwa cara amal dan cara perbuatan itulah yang penting
sekali.
Amal dan perbuatan, dijiwai dengan semangat bersedia
untuk berkorban, menentukan nilai dan mutu Kepahlawanan setiap orang. Dan tidak
sedikit pula yang diharapkan dari kita semua amal dan perbuatan yang sesuai
dengan keadaan yang nyata daripada Rakyat kita dewasa ini. Untuk inipun
diperlukan dari kita sekalian keberanian dan kejujuran dalam menilai keadaan
dan perasaan Rakyat kita yang sebenar-benarnya. Untuk Negara Pancasila, para
pahlawan Rakyat kita dulu itu berjoang dan berkorban ! Dan mereka meninggalkan
kepada kita dewasa ini, suatu Amanat suci dan Amanat keramat yakni Amanat
Kepahlawanan Rakyat Indonesia, amanat tentang caranya melaksanakan Amanat
Penderitaan Rakyat kita.
Pada pokoknya, cara-cara perjuangan dan kebaktiannya itu
ialah secara revolusioner, secara dinamis, secara heroik dan patriotik, dan
terutama secara jujur dan ikhlas, dengan selalu beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
B.
Analisis
Kasus
B.1 Strategi yang dapat dilakukan untuk
menguatkan rasa Nasionalisme dan
Patriotisme di Era Global.
Semangat
nasionalisme dan patriotisme sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa agar
setiap elemen bangsa bekerja dan berjuang keras mencapai jati diri dan
kepercayaan diri sebagai sebuah bangsa yang bermartabat. Jati diri dan
kepercayaan diri sebagai sebuah bangsa ini merupakan modal yang kuat dalam
menghadapi berbagai tantangan dan hambatan di masa depan. Penguatan semangat
nasionalisme dan patriotisme dalam konteks globalisasi saat ini harus lebih
dititikberatkan pada elemen-elemen strategis dalam percaturan global. Oleh
karena itu, strategi yang dapat dilakukan antara lain:
1. Penguatan
peran lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan dalam ikut membangun semangat
nasionalisme dan patriotisme, terutama di kalangan generasi muda. Sebagai
contoh: Gerakan Pramuka. Generasi muda adalah elemen strategis di masa depan.
Mereka sepertinya menyadari bahwa dalam era globalisasi, generasi muda dapat
berperan sebagai subjek maupun objek.
2. Penguatan
semangat nasionalisme dan patriotisme pada masyarakat yang tinggal di
wilayah-wilayah yang dalam perspektif kepentingan nasional dinilai strategis
3. Penguatan
semangat nasionalisme dan patriotisme pada masyarakat yang hidup di daerah
rawan pangan (miskin), rawan konflik, dan rawan bencana alam.
4. Peningkatan
apresiasi terhadap anggota atau kelompok masyarakat yang berusaha melestarikan
dan mengembangkan kekayaan budaya bangsa. Demikian pula dengan anggota atau kelompok
masyarakat yang berhasil mencapai prestasi yang membanggakan di dunia
internasional.
Peningkatan
peran Pemerintah dan masyarakat RI dalam ikut berperan aktif dalam penyelesaian
berbagai persoalan regional dan internasional, seperti: penyelesaian konflik,
kesehatan, lingkungan hidup, dan lain-lain
B.2 Membangkitkan Rasa Nasionalisme dengan Menghargai Keragaman
Di Republik Indonesia kita ini tidak mengenal adanya
perbedaan etnis, siapakah dia dan dari rumpun manakah dia berasal yang jelas
itulah Indonesia, yang melalui Kongres Pemuda Tahun 1928 di Jakarta diikat
dengan semangat Sumpah Pemuda. Ber Tanah Air yang Satu, Tanah Air Indonesia.
Berbangsa yang Satu, Bangsa Indonesia. Dan Berbahasa yang Satu, Bahasa
Indonesia.
Pemersatu
Berangkat hal itu semua, marilah kita selalu berpegang kepada semangat ber-Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan semboyan pemersatu bangsa sejak dulu. Hilangkan pikiran-pikiran baru yang rusak dan tidak bertanggungjawab atas upaya untuk melakukan suatu pergeseran makna rasa kebersamaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semua harus sadar bahwa ketika hak azasi seseorang yang terlahir dan berasal-usul dari wilayah negeri yang terbentang dari Sabang hingga Merauke ini juga memiliki hak dan kewajiban serta tanggungjawab yang sama atas bangsa dan negaranya. Oleh karena perlunya kita menghargai keragamanan, tentunya dimanapun terjadinya pesta demokrasi baik di pusat atau di daerah, hendaknya menjadi ajang aspirasi yang paling demokratis tanpa dibayangi atau dihantui serta diracuni dengan pikiran-pikiran sempit dari sebagian atau sekelompok orang tertentu yang hendak memudarkan semangat Nasionalisme dalam konteks berbangsa dan bernegara.
Berangkat hal itu semua, marilah kita selalu berpegang kepada semangat ber-Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan semboyan pemersatu bangsa sejak dulu. Hilangkan pikiran-pikiran baru yang rusak dan tidak bertanggungjawab atas upaya untuk melakukan suatu pergeseran makna rasa kebersamaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semua harus sadar bahwa ketika hak azasi seseorang yang terlahir dan berasal-usul dari wilayah negeri yang terbentang dari Sabang hingga Merauke ini juga memiliki hak dan kewajiban serta tanggungjawab yang sama atas bangsa dan negaranya. Oleh karena perlunya kita menghargai keragamanan, tentunya dimanapun terjadinya pesta demokrasi baik di pusat atau di daerah, hendaknya menjadi ajang aspirasi yang paling demokratis tanpa dibayangi atau dihantui serta diracuni dengan pikiran-pikiran sempit dari sebagian atau sekelompok orang tertentu yang hendak memudarkan semangat Nasionalisme dalam konteks berbangsa dan bernegara.
Dengan memegang semangat nasionalisme yang tinggi atau
menghargai sebuah keragaman seperti yang dimaksudkan di atas, maka pada
akhirnya nanti masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi benar-benar
akan menikmati pesta demokrasi ini secara lansung, umum, bebas dan rahasia
serta jujur dan adil sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
1945 dan Pancasila.
B.3 Pengaruh Globalisasi terhadap Nilai-Nilai
Nasionalisme
Kehadiran
globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk
Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi, yakni pengaruh positif dan
pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi juga merasuk dalam berbagai bidang
kehidupan, termasuk kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan
lain sebagainya. Hal ini tentunya akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme
terhadap bangsa. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti
bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-
lain. Teknologi informasi dan komunikasi merupakan faktor pendukung utama dalam
globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala
informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh
dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Pengaruh positif
Dilihat dari globalisasi politik,
pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan
merupakan bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur,
bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat.
Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi
meningkat. Dari aspek globalisasi
ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan
meningkatkan devisa negara. Semakin terbukanya pasar internasional ini akan
membuka peluang besar kerja sama dalam sektor perekonomian nasional. Dengan
adanya hal tersebut akan semakin meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa guna
menunjang kehidupan nasional bangsa dan Negara.
Pengaruh adanya globalisasi dalam sektor
sosial budaya, kita dapat meniru pola berpikir yang baik. Seperti membangun
etos kerja yang tinggi dan disiplin, serta meniru Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (Iptek) dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan
bangsa. Pada akhirnya, akan membawa kemajuan bangsa serta mempertebal rasa nasionalisme
kita terhadap bangsa.
Pengaruh negatif
Selain berdampak positif, munculnya
globalisasi juga berdampak negatif yang tak kalah pentingnya untuk
diperhatikan. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa
liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup
kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika
hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
Munculnya globalisasi juga berdampak
pada aspek ekonomi. Yakni, semakin hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam
negeri. Sebab, sudah semakin banyaknya produk luar negeri seperti Mc Donald,
Coca-Cola, Pizza Hut, dan sebagainya, yang membanjiri dunia pasar di Indonesia.
Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala
berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
Mayarakat kita, khususnya anak muda, banyak yang lupa mengenai identitas diri
sebagai bangsa Indonesia. Karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat
yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat. Selain itu, globalisasi
juga mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara orang kaya dan
miskin. Ini disebabkan karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi
ekonomi.
Pengaruh-pengaruh di atas memang tidak
secara langsung berdampak terhadap nasionalisme. Akan tetapi, secara
keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi
berkurang atau bahkan hilang. Sebab, globalisasi mampu membuka cakrawala
masyarakat secara global. Apapun yang ada di luar negeri dianggap baik serta
mampu memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Berdasarkan analisa dan uraian di atas,
pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh
karena itu, diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif
globalisasi terhadap nilai nasionalisme.
B.4 Nasionalisme Indonesia yang Kian Memudar
Apakah
nasionalisme Indonesia pun akan segera berakhir? Pertanyaan ini relevan untuk
didiskusikan ketika kita akan merayakan hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928,
ketika para pemuda Indonesia bertekad untuk berbangsa satu, bertanah air satu
dan berbahasa satu, Indonesia.
Tidak Cukup Hanya
Hasrat Untuk Bersatu
Nasionalisme Indonesia, yakni sebuah penegasan akan
identitas diri versus kolonialisme-imperialisme. Kesadaran sebagai bangsa yang
adalah hasil konstruksi atau bentukan mengandung kelemahan internal yang serius
ketika kolonialisme dan imperialisme tidak lagi menjadi sebuah ancaman. Karena
itu, nasionalisme kita akan ikut lenyap jika kita berhenti mengkonstruksi atau
membentuknya—tanpa harus menyebutnya sebagai sebuah nasionalisme
baru.
Pertama,
beberapa pengalaman kolektif seharusnya menjadi “roh baru” pembangkit semangat
nasionalisme Indonesia. Kedua,
negara Indonesia sangat plural. Identifikasi sebuah kelompok etnis atau agama
pada identitas kolektif sebagai bangsa hanya mungkin terjadi kalau negara
mengakui, menerima, menghormati, dan menjamin hak hidup mereka.
Masyarakat akan merasa lebih aman dan diterima dalam
kelompok etnis atau agamanya ketika negara gagal menjamin kebebasan
beragama—termasuk kebebasan beribadah dan mendirikan rumah ibadah, persamaan di
hadapan hukum, hak mendapatkan pendidikan yang murah dan berkualitas, hak
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, dan sebagainya.
Nasionalisme Kita
Harus Bersifat Liberal
Nasionalisme bisa dipraktikkan dalam sebuah sistem
pemerintahan sosialis, komunis, ultranasionalis, etnis, atau
liberal-demokratis. Masyarakat Indonesia yang sangat plural ini akan menjadi
ancaman serius bagi nasionalisme jika negara kebangsaan yang kita bangun
bersifat sosialis, ultranasionalis a la nazisme Jerman dan fasisme Italia, atau
komunis. Alasannya sederhana, hak individu akan kebebasan, otonomi dan
kesetaraan (equality)
dalam masyarakat dirampas oleh negara dalam sistem pemerintahan sosialis,
komunis, dan ultranasionalis (Ian Adams, 1995: 82).
Tantangan bagi nasionalisme Indonesia ke depan adalah
bagaimana kita mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang bersifat
liberal-demokratis di mana hak-hak dasar setiap warga negara diakui, dihormati,
dan dijamin, di mana hukum ditegakkan secara pasti dan adil, di mana negara
mewujudkan kesejahteraan umum, dan sebagainya. Itulah alasan dasar tekad para pemuda
78 tahun yang lalu, yakni menjadi satu Indonesia demi mewujudkan masyarakat
yang adil dan makmur.
B.5 Manfaat sikap Patriotisme dalam Pendidikan
Kita tahu patriotisme merupakan wujud sikap cinta tanah
air. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menyentuh aspek jiwa pada
pelajar. Patriotisme membawa kemajuan bangsa apalagi dalam bidang pendidikan.
Sikap patriotisme, nasionalisme, dan hidup mandiri merupakan hal yang sangat
penting. Karena akan membawa kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa. Program ini
harus ditanamkan pada anak sejak dini. Dengan menanamkan sikap ersebut sejak
dini generasi penerus kita mampu bertindak sesuai dengan nuraninya dan mampu
membangun bangsa tanpa tergantung pada bangsa lain.
Mengingat pentingnya hal tersebut sehingga harus
diajarkan pada anak sejak usia dini. Sebab pendidikan yang diberikan pada anak
sejak dini dapa memberikan dasar pengetahuansecara spiritual, emosional, dan
intelektual dalam mencapai potensi yang optimal. Jika pendidikan sudah
diberikan dengan tepat sesuai dengan bakat dan lingkungan peserta maka lima
atau sepuluh tahun ke depan negara kita akan memiliki aset SDM yang berkualitas
dan tangguh sehingga dapat bersaing dengan bangsa lain dan memiliki keunggulan.
B.6 Euphoria Tim Garuda dalam Piala AFF 2010,
Nasionalisme atau Musiman ?
Lagu kebangsaan Indonesia Raya
dinyanyikan ribuan pendukung Timnas Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung
Karno. Lambang negara burung Garuda dan bendera Merah Putih terlihat menghiasi
Stadion gelora Bung Karno dan juga tempat-tempat lain. Tak hanya itu, anak muda
yang biasanya cenderung bangga menggunakan baju-baju ala distro kini beralih
ramai-ramai mengenakan baju berlambang Garuda. Sejalan dengan para pedagang
baju di pinggir jalan yang berusaha memenuhi permintaan pasar dengan menjual
baju Garuda tersebut, baik di Jakarta maupun daerah lainnya.
Pemandangan ini pastinya tak seperti
biasanya. Bahkan ada yang menyebut ini adalah fenomena nasionalisme dadakan.
Seperti kita tahu, nasionalisme lekat kaitannya dengan upaya membela negara.
berjuang maupun berperang menjadi wujud semangat nasionalisme. Seiring
berjalannya waktu, pemahaman akan nasionalisme itu sedikit demi sedikit meluar.
Lewat olah raga, ilmu pengetahuan, musik dan masih banyak lagi, semangat
nasionalisme kini bisa diwujudkan. Dalam hal olah raga misalnya sepak bola.
Sejak bergulirnya kkejuaraan sepak bola Piala AFF 2010, tampaknya semangat
nasionalime masyarakat terasa kuat.
Menurut pengamat sosial yang juga
Ketua Komisi Sosial Akademi Ilmu pengetahuan Indonesia, Taufiq Abdullah, ini
merupakan salah satu cara menunjukkan semangat nasionalisme. “Menunjukkan rasa
nasionalime tidak hanya dengan berperang atau turut hadir dalam hari-hari
kebangsaan, tapi juga bisa lewat pentas olah raga,”kata Taufiq. Menurutnya,
pentas sepak bola dua tahunan ini menjadi hiburan masyarakat yang jenuh
menghadapi banyaknya persoalan di Negeri ini. Dua tahun terakhir masalah
korupsi, kisruh pemilihan kepala daerah, kenaikan harga, ulah politisi,
perjalanan wakil rakyat ke luar Negeri selalu tampil di layar kaca. “Ketika ada
pertandingan sepak bola terasa bisa memberi hiburan bagi masyarakat, terlebih
prestasi timnas kita sebelumnya selalu tidak menggembirakan,” terangnya,
menurutnya, jika dikatakan ini Nasionalisme dadakan dia meyakini jika ada
prestasi lain yang diraih oleh anak bangsa di pentas Internasional, pasti
otomatis rasa bangga akan timbul pada semua masyarakat Indonesia.
“Coba saja ada orang Indonesia
peraih nobel pasti kita juga akan bersorak bangga. Karena sekarang ini sepak
bola (lagi berprestasi), jadinya ya sepak bola yang dielukan masyarakat,”
cetusnya. Ya memang, olah raga rakyat ini sebulan terakhir semakin menumbuhkan
rasa Nasionalisme masyarakat. Melihat banyaknya masyarakat yang berkumpul di
SUGBK pada saat pertandingan AFF, menyanyikan lagu kebangsaan serasa
menumbuhkan kepercayaan diri bangsa ini bahwa masih ada rasa persatuan dan
kesatuan. “Melihat pertandingan piala AFF di Senayan tidak hanya menumbuhkan
rasa Nasionalisme tapi juga rasa optimistis terhadap kelangsungan persatuan dan
kesatuan bangsa,” tuturnya dengan penuh semangat.
Tapi menurut saya sendiri apapun dan
bagaimana bentuknya, kalau olahraga sepak bola bisa meningkatkan rasa
Nasionalime maka kita harus selalu mendukung sebagai warga negara Indonesia
yang baik.
BAB IV
KESIMPULAN
·
Nasionalisme
Indonesia adalah sebuah nasionalisme bentukan, sebuah kesadaran akan identitas
bangsa sebagai hasil konstruksi karena pengalaman penderitaan dan diskriminasi
oleh bangsa kolonial Belanda. Itulah nasionalisme Indonesia, yakni sebuah
penegasan akan identitas diri versus kolonialisme-imperialisme.
·
Patriotisme
adalah sikap Untuk selalu mencintai atau membela tanah air, seorang pejuang
sejati, pejuang bangsa yang mempunyai semangat, sikap dan perilaku cinta tanah
air, dimana ia sudi mengorbankan segala-galanya bahkan jiwa sekalipun demi
kemajuan, kejayaan dan kemakmuran tanah air.
§
Penguatan semangat nasionalisme dan
patriotisme dalam konteks globalisasi saat ini harus lebih dititikberatkan pada
elemen-elemen strategis dalam percaturan global.
§
Nasionalisme
diprediksikan akan lenyap sejalan dengan semakin sebuah negara menjadi modern.
§
Tantangan
bagi nasionalisme Indonesia ke depan adalah bagaimana kita mewujudkan sebuah
negara kebangsaan yang bersifat liberal-demokratis di mana hak-hak dasar setiap
warga negara diakui, dihormati, dan dijamin, di mana hukum ditegakkan secara
pasti dan adil, di mana negara mewujudkan kesejahteraan umum, dan sebagainya.
§
Sikap
patriotisme, nasionalisme, dan hidup mandiri merupakan hal yang sangat penting.
Karena akan membawa kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa.
§
Di
Indonesia, nasionalisme melahirkan Pancasila sebagai ideologi negara.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Fahd
Reza Abdullah’s Blog. Landasan Teori Tentang Nasionalisme
2.
Febi’s
Blog. Manfaat Sikap Patriotisme dalam Pendidikan
3.
Jamli,
Edison dkk. Kewarganegaraan. 2005. Jakarta: Bumi Akasara
4.
Krsna@Yahoo.com. Pengaruh Globalisasi Terhadap
Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang. 2005. Internet:Public
Jurnal
5.
Okezone.com.
Senin, 27 Desember 2010 – 07:39 wib
6.
Pengaruh
Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara
Berkembang.internet.public jurnal
7.
Redaksi
18 Agustus 2010
8.
Satiman,
Sudewo. Dengan Semangat Berkobar; Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia.
2003. Jakarta: Hasta Mitra
9.
Wisata-Buku.com
10. www.google.com
LAMPIRAN
ARTIKEL
MEMBANGUN
SEMANGAT NASIONALISME DAN PATRIOTISME DI ERA GLOBAL
10 Agustus 2010
Pergeseran Makna
Menjelang
perayaan peringatan 65 tahun Proklamasi Kemerdekaan RI beberapa waktu dekat
ini, muncul kembali diskusi tentang nasionalisme, patriotisme, dan semangat
kebangsaan. Meskipun tidak sehangat yang terjadi di masa-masa sebelumnya,
diskusi mengenai nasionalisme di masa sekarang kembali berada pada
pertanyaan-pertanyaan yang lebih subtantif dan mendasar. Hal ini sama sekali
berbeda dengan pembahasan nasionalisme yang terjadi di masa awal kemerdekaan
dan masa Orde Baru. Pada masa awal kemerdekaan hingga Orde Baru, pembahasan mengenai
nasionalisme masih menggunakan konteks sejarah Perang Dunia II. Dengan konteks
tersebut pembahasan nasionalisme dan patriotisme bukanlah suatu yang njlimet
karena masih menggunakan perspektif yang sederhana.
Kini,
ketika globalisasi dan berkembangnya teknologi informasi telah mengakibatkan
kaburnya batas-batas antar negara (baik secara politik, ekonomi, maupun
sosial), masalah nasionalisme dan patriotisme tidak lagi dapat dilihat sebagai
masalah sederhana yang dapat dilihat dari satu perspektif saja. Dalam dunia
yang oleh sebagian orang disifatkan sebagai dunia yang semakin borderless,
banyak pengamat yang mulai mempertanyakan kembali pengertian negara beserta
aspek-aspeknya.
Contoh
nyata yang menarik dapat diambil dari kasus berikut: sekitar awal 1999 terjadi
unjuk rasa kecil yang dilakukan sekelompok ormas terhadap LSM yang konsen pada
masalah HAM. Para pengunjuk rasa menuding para aktifis LSM tersebut tidak
memiliki jiwa nasionalisme karena dinilai telah menjadi agen kepentingan asing
di Indonesia. Para pengunjuk rasa melihat bahwa sebagian besar atau seluruh
aktifitas LSM-LSM tersebut mendapat dukungan dari lembaga donor asing. Sebagai
konsekuensinya, LSM-LSM tersebut harus menjalankan agenda yang menjadi
“titipan” lembaga asing tersebut. Akibatnya, beberapa persoalan dalam negeri
Indonesia kemudian menjadi sorotan internasional. Mereka membeberkan beberapa
kasus yang mereka nilai sebagai pelanggaran HAM berat. Citra Indonesia pun
menjadi tercemar di pergaulan internasional. Bahkan, lepasnya Timor Timur dari
NKRI merupakan andil dari LSM-LSM tersebut.
Dalam
unjuk rasa tersebut, salah seorang pimpinan LSM meminta beberapa orang
perwakilan pengunjuk rasa untuk masuk ke ruangan untuk diajak berdialog.
Selepas berdialog, sang pemimpin LSM didampingi perwakilan pengunjuk rasa
kemudian berorasi di depan para pengunjuk rasa. Dengan berapi-api, sang
pimpinan LSM menyampaikan bahwa dia dan teman-teman juga memiliki rasa
nasionalisme. Namun pengertian nasionalisme yang mereka pahami tidaklah sama
dengan yang disampaikan pengunjuk rasa. Kiprah mereka selama ini di LSM justru
merupakan perwujudan nasionalisme mereka. Mereka ingin agar Indonesia setaraf
dengan negara lain, terutama dalam masalah penghormatan terhadap HAM. Setelah
mendengarkan orasi tersebut, para pengunjuk rasa terlihat masygul dan mereka
pun pulang tanpa dapat berkata-kata lagi.
Kejadian
tersebut merupakan bukti betapa persoalan nasionalisme dan patriotisme telah
memiliki logika yang tidak lagi sederhana sebagaimana dipahami di masa-masa
sebelumnya. Jika menggunakan perspektif lama, tudingan rendahnya nasionalisme
yang diarahkan terhadap para aktifis LSM tersebut sebenarnya cukup masuk akal
dan didasari fakta. Namun ketika dilihat dalam perspektif globalisasi, logika
tersebut gampang sekali dipatahkan.
Persoalan
nasionalisme dan patriotisme di era global sebenarnya bukan hanya masalah yang
dialami oleh Indonesia. Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya dengan
kekuatan politik, ekonomi, budaya, dan hankam yang tak tertandingi pun harus
berdaya upaya sekeras-kerasnya dalam membangun semangat nasionalisme dan
patriotisme di kalangan warganya. Demikian pula dengan negara-negara lain.
Bahkan Malaysia, misalnya, beberapa waktu belakangan ini tengah ramai diskusi
dan program tentang pembangunan nasionalisme dan patriotisme di negara
tersebut.
Jika kita menuliskan kata-kata:
“patriotisme” atau “semangat kebangsaan” di program pencarian situs internet
(seperti: Google), maka hampir sebagian besar dipenuhi situs-situs dari negeri
jiran tersebut. Situs-situs dari Malaysia ini tidak hanya berasal dari
kementerian dalam negeri atau departemen pertahanan di sana, tetapi juga dari
departemen pendidikan, organisasi politik, lembaga kajian, dan swasta.
Sedangkan situs dari Indonesia hanya sedikit, rata-rata berasal dari situs TNI,
Dephan, atau Bappenas. Itupun sebagian merupakan arsip dari GBHN atau Repelita
di masa Orde Baru.
Memperhatikan
kenyataan di atas dimana masalah pembangunan nasionalisme dan patriotisme saat
ini tengah menghadapi tantangan yang berat, maka perlu dimulai upaya-upaya
untuk kembali mengangkat tema tentang pembangunan nasionalisme dan patriotisme.
Apalagi di sisi lain, pembahasan atau diskusi tentang nasionalisme dan
patriotisme di Indonesia justru kurang berkembang (atau mungkin memang kurang
dikembangkan).
Memahami Kembali tentang Nasionalisme Indonesia
Syaharuddin*
“….Sejarah nasionalisme Indonesia
tidak selalu harus berkaitan dengan partai politik dan kolonialisme. Kebebasan
yang merupakan salah satu jiwa yang penting dari nasionalisme dapat digunakan
untuk melihat munculnya generasi muda yang memberontak terhadap berbagai
tradisi”, (Bambang Purwanto, 2005).
Setiap
tanggal 20 Mei, di negeri ini selalu diperingati Hari Kebangkitan Nasional.
Terlepas bahwa hal itu masih merupakan polemik dengan Sarekat Islam (SI, 1905),
namun ia penting diperingati sebagai sebuah refleksi positif bagi bangsa
Indonesia. Peringatan Harkitnas menjadi sesuatu yang penting ketika ia
dijadikan sebuah refleksi bagi bangsa yang sedang membangun dari berbagai aspek
kehidupan. Paling tidak, seluruh komponen masyarakat ini, baik itu para
penyelenggara negara (pemerintah) dan seluruh jajarannya, dan masyarakat pada
umumnya memiliki kesadaran sejarah yang tinggi untuk kemudian dijadikan sebagai
bahan pelajaran, bahwa dulu kita pernah bangkit. Kesadaran itu tentu sangat
berpotensi untuk meningkatkan atau membangunkan kembali anak bangsa ini yang
sedang tertidur lelap. Kesadaran ini sangat diharapkan pula mampu “membius”
masyarakat Indonesia agar dapat berkarya yang lebih baik, produktif tidak
konsumtif dan tentu dapat berkompetisi dan bersanding dengan negara-negara lain
di dunia, atau paling tidak di Asia.
Selama
ini, tentu kita telah mempunyai pemahaman sendiri-sendiri tentang cerita
bagaimana proses bangkitnya masyarakat Hindia Belanda pada awal abad ke-20.
Cerita itu bisa saja diperoleh dari para guru sejarah, pemerhati sejarah,
sejarawan atau dari buku-buku sejarah. Kesamaan cerita itu paling tidak
memberikan gambaran bahwa, kebangkitan nasional muncul akibat kolonialisme.
Tentu kesimpulan ini tidak seutuhnya salah, karena memang salah satu pemicu
bangkitnya bangsa ini adalah karena adanya berbagai eksploitasi sumberdaya
manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) oleh Pemerintah Hindia Belanda sejak
kedatangannya di Nusantara ini (VOC, 1602).
Kita
semua tahu, berdasarkan buku sejarah yang telah kita baca, selalu menjelaskan
bagaimana aktivitas Pemerintah Hindia Belanda selama ia menginjakkan kakinya di
negeri ini. Namun dalam hal ini, saya tidak mengatakan bahwa Indonesia telah
dijajah selama 350 tahun. Berbagai aktivitas itu, seperti adanya sistem tanam (cultuur
stelsel, bukan tanam paksa), pemberlakuan berbagai pajak dan undang-undang
yang membatasi kebebasan masyarakat pribumi, seperti ordonansi sekolah liar, ordonansi
guru, ordonansi haji, dsb.
Kesalahan
cara berfikir tentang nasionalisme muncul ketika disimpulkan bahwa bangkitnya
bangsa ini hanya semata-mata karena adanya kolonialisme dan imprealisme.
Kesalahan ini terus berlanjut, kita kita tidak mampu menjelaskan kepada peserta
didik (pada semua tingkatan pendidikan) persoalan realitas sosial sejarah
bangsa ini ketika dijajah. Apakah misalnya ketika kita tidak dijajah Belanda
maka kita tidak akan pernah bangkit? Seharusnya pertanyaan ini dijawab “tidak”,
dengan alasan bahwa bangkitnya masyarakat pribumi adalah karena menginginkan
“kebebasan”, dan kehidupan yang lebih baik dari segala bidang kehidupan
politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama.
Kenyataan
tersebut mengharuskan kita untuk mendefinisikan ulang (redefinition) tentang
nasionalisme Indonesia. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya memahami kembali
realitas sosial pada masa lalu bangsa ini. Sehingga, sejarah tampak lebih adil
dalam memberikan keterangan kepada masyarakat luas. Definisi ulang di sini, tidak
dimaksudkan untuk mengatakan bahwa apa yang telah disampaikan oleh para guru
dan buku tentang kebangkitan nasional itu adalah salah, namun hanya ingin
mengatakan bahwa perlu sedikit memahami jika dalam memahami nasionalisme itu
tidak selalu berkaitan dengan kolonialisme.
Kolonialisme
adalah sebuah entitas yang ada pada waktu itu, yang juga merupakan bagian
faktor pendorong munculnya nasionalisme Indonesia. Namun, ada hal penting
lainya yang seperti (sengaja) dilupakan, yakni memahami perasaan masyarakat
pribumi (khususnya para pemudanya) pada waktu itu. Pada awal abad ke-20, para
pemuda memahami arti penting sebuah “kebebasan” dan keadilan. Pemuda Cokro, Sutomo, Sukarno dan lainnya
adalah orang-orang yang merasakan penting kebebasan dan keadilan yag harus
terus diperjuangkan. Jadi, proseslah yang kemudian membentuk ide nasionalisme
itu yang terakumulasi pada tanggal 20 Mei 1908, yakni terbentuknya organisasi
sosial kultural Budi Utomo, dan puncaknya tanggal 28 Oktober 1928, yakni
dilantunkan “Sumpah Pemuda”: satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa yakni
Indonesia. Upaya para pemuda yakni dengan membentuk berbagai organisasi, baik
organisasi kebangsaan, keagamaan dan sosial kultural, sebagai wadah untuk
memperjuangkan nilai-nilai kebebasan dan keadilan itu. Muncullah kemudian Budi
Utomo, Sarekat Islam (SI), Indische Partij (IP), PNI sebagai organisasi
beraliran kebangsaan, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Musyawaratutthalibin
(organisasi lokal terbesar di Kalimantan, 1931) sebagai organisasi keagamaan,
serta berbagai organisasi sosial kultural seperti Taman Siswa (Tamsis).
Bagaimana
para elite pemuda pribumi menggapai cita-cita kebebasan dan keadilan? Hal itu
sangat tampak berbagai program dan orientasi organisasi yang mereka jalankan.
Misalnya, SI sangat getol memperjuangkan ekonomi kerakyatan, yakni dengan usaha
batik di Solo. Melalui gerakan itu maka diharapkan masyarakat Indonesia dapat
hidup sejahtera tanpa tergantung kepada orang lain. Di samping itu, para elite
SI juga berusaha melakukan upaya resistensi terhadap berbagai
kecurangan-kecurangan dan penindasan yang dilakukan oleh para
ambtenaar-ambtenaar bumi putera maupun Eropa. Bahkan, sesekali juga ia
memperjuangkan Indonesia ke arah zelfbestuur (berpemerintahan sendiri).
Apa yang dilakukan oleh para elite SI adalah jelas sebagai upaya kebebasan dari
berbagai “penindasan” dan rasa keadilan. Ketika golongan Cina tampaknya
“berselingkuh” dengan pemerintah kolonial, maka para elite SI dengan cepat
tanggap merubah arah perjuangan yakni dengan meningkatkan usaha ekonomi rakyat
agar dominasi Cina atas perdagangan dapat di atasi. Berbagai tradisi yang
membatasi ke arah kemajuan, juga merupakan pemicu utama munculnya kebangkitan
itu, Begitu pula dengan ide zelfbestuur adalah sebuah upaya untuk meraih
sebuah hakekat kebebasan.
Karena
itu, mungkin tidak berlebihan jika pemahaman kita tentang kebangkitan nasional
atau nasionalisme Indonesia tidaklah selalu diidentikkan dengan kolonialisme,
akan tetapi bagaimana kita memandang bahwa proses sejarah yang tampak merupakan
sebuah upaya meraih cita-cita kebebasan dan keadilan. Atau sebuah upaya
mendobrak berbagai tradisi yang memasung berbagai nilai-nilai kebebasan dan
keadilan. Hal itu sangat tampak ketika berbagai elite kebangsaan (sekuler) dan
agama (religious) secara bersama-sama melakukan aktivitas politik, ekonomi,
sosial, budaya (pendidikan) dan agama, dalam rangka upaya mengangkat harkat dan
derajat masyarakat pribumi sejak awal abad ke-20. Berdasarkan hal itu pula,
maka dapat disimpulkan bahwa nasionalisme adalah sebuah gejala modern yang
muncul pada awal abad ke-20 di kota-kota kolonial. Hal ini penting disampaikan
sebagai sebuah dekonstruksi atas fakta yang menyatakan bahwa nasionalisme
Indonesia sudah ada sebelum abad ke-20.
Indonesia adalah Negeri Majemuk
Terbesar di Dunia
Kekhawatiran
akan merosotnya nasionalisme dan terjadinya disintegrasi nasional merebak di
mana-mana akhir-akhir ini. Hal ini, antara lain, juga tercermin dalam simposium
berjudul “Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat Madani”
yang diselenggarakan oleh Komisi Ilmu-ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan
Indonesia (AIPI) di Jakarta, Selasa, 8 Agustus 2006, di mana penulis juga
menyajikan makalah.
Di
tengah wacana mengenai nasionalisme yang pada umumnya dimulai dari tengah yakni langsung
membicarakannya sebagai fenomena masyarakat modern yang dikaitkan dengan
fenomena negara penulis
coba mengangkat isu yang masih kurang dibicarakan orang, yakni membicarakannya
dalam konteks kondisi-kondisi dasar yang di dalamnya dibangun bangsa (nation),
kebangsaan (nasionalitas), dan rasa kebangsaan (nasionalisme) Indonesia.
Kondisi dasar yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suku bangsa.
Membicarakan
suku bangsa sebagai kondisi dasar berarti menempatkan konsep-konsep bangsa,
negara, dan nasionalisme secara posteriori. Dengan memahami suku bangsa sebagai
kondisi dasar, diharapkan pemahaman kita tentang bangsa, kebangsaan, dan
nasionalisme akan menjadi lebih sistematik dan jernih.
Corak
kebangsaan dan nasionalisme sedikit banyak ditentukan oleh kondisi dasar
tersebut, meskipun dalam perjalanan zaman niscaya ada distorsi-distorsi yang
dapat mengubah sosok maupun muatan nasionalisme itu. Selanjutnya, dengan
menempatkan negara dalam konteks ini, maka negara dipandang sebagai bagian dari
wilayah analisis yang lebih luas, yakni sebagai external agent yang saling
memengaruhi dengan kondisi-kondisi lokal.
Karena
titik tolak pembicaraan ini adalah dari perspektif tradisional suku bangsa
suatu kesatuan sosial yang hidup di suatu teritorial tertentu, dan yang
memiliki suatu kebudayaanmaka pergeseran konsep ini menjadi konsep kelompok
etnik, sebagai konsekuensi dari proses menjadi kompleks masyarakat, menjadi
penting dibicarakan.
Para
ahli antropologi sependapat bahwa suku bangsa adalah landasan bagi terbentuknya
bangsa. IM Lewis (1985: 358), misalnya, mengatakan bahwa “istilah bangsa
(nation) adalah satuan kebudayaan tidak perlu membedakan antara suku bangsa dan
bangsa karena perbedaannya hanya dalam ukuran, bukan komposisi struktural atau
fungsinya segmen suku bangsa adalah bagian dari segmen bangsa yang lebih besar,
meski berbeda ukuran namun ciri-cirinya sama”.
Meski pernyataan ini menuai banyak kritik, khususnya terkait dengan isu “homogenitas” ini, jelas bahwa para antropolog sangat peduli bahwa suatu konsep sosial budaya harus memiliki dasar empirik dalam kenyataan, bukan konsep yang dibangun di awang- awang. Konsep bangsa tentulah memiliki akar empirik, yakni dari suku bangsa.
Meski pernyataan ini menuai banyak kritik, khususnya terkait dengan isu “homogenitas” ini, jelas bahwa para antropolog sangat peduli bahwa suatu konsep sosial budaya harus memiliki dasar empirik dalam kenyataan, bukan konsep yang dibangun di awang- awang. Konsep bangsa tentulah memiliki akar empirik, yakni dari suku bangsa.
Rasa kebangsaan
Kebangsaan
(nationality) dan rasa kebangsaan (nationalism) saling berkaitan satu sama
lain. Rasa kebangsaan, biasanya juga disebut nasionalisme, adalah dimensi
sensorismeminjam istilah Benedict Anderson (1991[1983]) Imagined
Communitiesmerupakan konsep antropologi yang tidak semata-mata memandang
nasionalisme sebagai prinsip politik.
Dimensi
sensoris yang tak lain adalah kebudayaan ini memperjelas posisi antropologi
yang berangkat dari konsep suku bangsa, kesukubangsaan, bangsa, dan kebangsaan,
sebagaimana dibicarakan di atas. Inilah akar-akar bagi membicarakan rasa
kebangsaan (nasionalisme) itu.
Rasa kebangsaan atau yang kerap kali juga disebut nasionalisme adalah topik baru dalam kajian antropologi. Nasionalisme sebagai ideologi negara-bangsa modern sejak lama adalah rubrik ilmu politik, sosiologi makro, dan sejarah.
Rasa kebangsaan atau yang kerap kali juga disebut nasionalisme adalah topik baru dalam kajian antropologi. Nasionalisme sebagai ideologi negara-bangsa modern sejak lama adalah rubrik ilmu politik, sosiologi makro, dan sejarah.
Perhatian
antropologi terhadap nasionalisme menempuh jalur yang berbeda dari
disiplin-disiplin tersebut yang menempatkan negara sebagai titik awal
pembahasan. Sejalan dengan tradisinya, antropologi menempatkan nasionalisme
bersamaan dengan negara karena kesetiaan, komitmen, dan rasa memiliki negara
tidak hanya bersifat instrumentalyakni keterikatan oleh prinsip
politikmelainkan juga bersifat sensorik yang berisikan sentimen-sentimen,
emosi-emosi, dan perasaan-perasaan.
Dalam
dimensi ini, bangsa, kebangsaan, dan rasa kebangsaan menjadi suatu yang “imagined”
(meminjam istilah Benedict Anderson), yang berarti “orang- orang yang
mendefinisikan diri mereka sebagai warga suatu bangsa, meski tidak pernah
saling mengenal, bertemu, atau bahkan mendengar. Namun, dalam pikiran mereka
hidup suatu image mengenai kesatuan bersama. Itulah sebabnya ada warga negara
yang mau mengorbankan raga serta jiwanya demi membela bangsa dan negara.
Jiwa Patriotisme Bangsa Indonesia Semakin Berkurang
MEDAN (Berita): 17 Agustus 2010, rakyat Indonesia kembali
merayakan kemerdekaan yang berhasil direbut para pejuang di tahun 1945
dari tangan penjajah. Hingga kini sudah 65 tahun kita merdeka, namun sejauh ini
makna dari kemerdekaan itu masih patut dipertanyakan. Menurut wakil rakyat dari
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DPRD Sumut Brilian Moktar,
arti dari kemerdekaan itu belum terlaksana secara murni dan konsekwen, terutama
dalam hal yang menyangkut kepentingan rakyat.
Hal itu, kata Bendahara F PDIP ini, terlihat masih
banyaknya poin-poin tertera dan menjadi amanah Undang-Undang Dasar (UUD)
1945 yang belum bisa terlaksana hingga saat ini, meski telah beberapa kali
dilakukan amandemen, begitu juga halnya dengan makna proklamasi.
”Mungkin arwah para pahlawan yang dengan pertumpahan darah merebut
kemerdekaan negeri ini juga akan menangis ketika mereka melihat kondisi bangsa
ini, dimana jiwa patriotisme dan nasionalisme pun semakin jauh berkurang,” ucap
Brilian Moktar.
Dia bahkan memantau,
nasionalisme yang kerap digembar-gemborkan cenderung bukan tumbuh dari diri
sendiri, melainkan cenderung dari kelompok maupun organisasi.
Hal itupula yang menyebabkan pelaksanaan UUD berjalan tidak
konsekwen. “Karena jika tidak melaksanakan ketentuan yang diatur dalam
perundang-undangan itu berarti memang nasionalismenya masih diragukan,’ucapnya.
Dalam hal ini, Brilian memaparkan, makna proklamasi
dan poin-poin tertera dalam UUD 1945 yang konsekwensinya masih jauh dari
harapan. “Seperti kalimat yang tertera dalam isi proklamasi yakni, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, kenyataanya masih banyak
rakyat yang hidupnya jauh dari sejahtera,” ujar Ketua Komisi E DPRD Sumut ini.
Begitu juga dalam UUD 1945 yang menyangkut warga negara
dan penduduk, kenyataannya, kata Brilian untuk mengurus Kartu Tanda Penduduk
(KTP) pun terkadang dipersulit. Meskipun pemerintah telah menyatakan gratis
dalam kepengurusan KTP, namun kenyataannya banyak Pungli dilakukan oknum-oknum
di lapangan. Beberapa poin lainnya, menyangkut masalah Hak Azasi Manusia( HAM),
agama sesuai pasal 29 ayat 2, menurutnya juga belum terpenuhi.
Dalam persoalan agama ini, kata Brilian, kerap masih ditemukan permasalahan dan tidak ada ketegasan dari pemerintah dalam menyelesaikannya.
“Untuk membangun rumah ibadah terkadang juga sulit mendapatkan izin,’ ujarnya.
Dalam persoalan agama ini, kata Brilian, kerap masih ditemukan permasalahan dan tidak ada ketegasan dari pemerintah dalam menyelesaikannya.
“Untuk membangun rumah ibadah terkadang juga sulit mendapatkan izin,’ ujarnya.
Sementara dari sisi hukum juga terkesan belum sepenuhnya
berjalan, meskipun dalam UUD 1945 menyangkut pertahanan dan keamanan negara
dalam hal ini institusi TNI dan Polri disebutkan bertugas melindungi rakyat
Indonesia. Dari sisi pendidikan, wacana pemerintah memberikan sekolah gratis,
kata Brilian malah disebut pihak-pihak tertentu sebagai pembohohan. Begitu juga
yang tercantum dalam pasal 33 terkait perekonomian nasional dan kesejahteraan
sosial juga jauh dari terlaksana. Sedangkan harapannya, kedepan yang tentunya
juga menjadi harapan seluruh bangsa Indonesia, Brilian menegaskan pemerintah
harus berani menjalankan program-program dengan kembali mencontoh beberapa
keberhasilan pemerintahan masa orde baru. ‘Tidak ada salahnya yang baik kita
contoh dan yang tidak baik kita buang,” ucapnya.
Beberapa keberhasilan pada masa pemerintahan lalu,
misalnya kata Brilian, dengan menggalakkan kembali sistem transmigrasi,
keluarga berencana. Sektor pendidikan, lanjutnya juga harus menjadi landasan
barometer pembangunan kedepan. ‘Pelaksanaan anggarannya harus mendapat skala
priorits, tegasnya. Meskipun kata Brilian pemerintah telah menetapkan 20 persen
anggaran untuk pendidikan dan 10 persen untuk sekto kesehatan dari jumlah APBD
masing-masing daerah, namun hingga kini pelaksanaannya masih ‘amburadul’.
by : Suthanty Nurfitriyani
ReplyDeleteInilah Saatnya Menang Bersama Legenda QQ
Situs Impian Para pecinta dan peminat Taruhan Online !!!
Hanya Dengan 1 id bisa main 7 games boss !!!
CAPSA SUSUN | PLAY POKER | BANDAR POKER | BandarQ | Domino99 | AduQ | SAKONG Terbaik
Keunggulan Legenda QQ :
- MINIMAL DEPO & WD 20.000
- PROSES DEPO & WD TERCEPAT
- KARTU-KARTU BERKUALITAS DISAJIKAN
- CS RAMAH & INSPIRATIF SIAP MEMBANTU 24 JAM
- TIPS & TRIK MENJADI KEUNGGULAN SITUS INI
Ubah mimpi anda menjadi kenyataan bersama kami !!!
Dengan Minimal Deposit dan Raih WD sebesar" nya !!!
Contact Us :
+ website : legendapelangi.com
+ Skype : Legenda QQ
+ BBM : 2AE190C9
Pokermulia.NET |
ReplyDeleteKARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda dan mendapatkan jackpotnya ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 6 Permainan.
• Ceme
• Ceme Keliling
• Capsa
• Domino
• Poker
• Superten
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +85593842699
• BB : D3F98F26
• line : POKERMULIA
Come & Join Us